APA YANG PERLU DIBUAT UNTUK HIDUP PENUH SUKACITA?
(RP Frans Funan, SVD)
Kitab Suci mengajarkan kepada kita jalan yang benar untuk memperoleh sukacita dan kebahagiaan dalam hidup ini. Prinsip dasar yang mesti kita pegang teguh ialah: "Segala sesuatu berasal dari Allah, tercipta oleh-Nya dan tertuju kepada-Nya. Bagi-Nya kemuliaan selama-lamanya." (Rm 11:36).
Prinsip dasar ini menuntun, membimbing dan mengajarkan kepada kita suatu sikap penting dalam hidup yaitu kerendahan hati. Melalui sikap kerendahan hati ini kita menyadari diri bahwa selain keunggulan yang kita miliki di satu sisi tertentu, terdapat juga kevakuman di posisi lain dalam diri yang sama. Dengan demikian kebutuhan untuk saling melengkapi menjadi fakta dasar dalam hidup yang tidak boleh dilalaikan oleh siapa pun.
Data dan fakta pengalaman eksistensial kita membuktikan dan mengakuinya demikian. Relasi mendasar saling memerlukan seperti ini digambarkan dengan hubungan orang tua dan anak kandungnya. Atau relasi Tuhan dengan ciptan-Nya dan sebaliknya. Perjuangan saling mengakui untuk saling membutuhkan ini, sikap rendah hati jadi andalannya. Jika tidak kesombongan akan memaksa kita untuk tegar mengakui bahwa kita tidak butuh siapa pun selain diri sendiri, serentak dengan itu kita telah dengan tahu dan mau mengingkari diri sendiri bahwa kita tidak pernah hidup hanya seorang diri saja melainkan adanya kita selalu tidak terlepas dari sesama yang lain.
Maka searah Sabda Tuhan hari ini, yang perlu kita lakukan kini dan nanti adalah keberanian untuk saling mengundang dan melayani sesuai konteks terkini kita. Yesus ingatkan kita dalam Injil Kabar Sukacita: "Bila engkau mengadakan perjamuan siang atau malam, janganlah mengundang sahabat-sahabatmu, saudara-saudaramu yang kaya, karena merekan akan membalasnya dengan mengundang engkau pula dan dengan demikian engkau mendapat balasnya." (Luk 14:12).
Yesus mau supaya jika kita buat pesta undang orang-orang biasa yang tidak diingat sama sekali untuk diundang yaitu: orang miskin, cacat, lumpuh, buta. Orang-orang kecil terpinggirkan dan terlupakan ini secara ekonomis tak punya banyak untuk membalas, namun kehadiran mereka untuk memberi kelestarian pahala atau sukacita abadi pada hari kebangkitan orang-orang benar. Melayani dengan tulus orang miskin, orang susah dan difabel Kitab Suci samakan pelayan itu dengan orang benar yang akan akan bangkit pada akhir zaman.
Perjuangan membangun relasi dalam spirit pelayanan jangan lihat latar belakang status sosial orang, pejabat, penguasa, kaya, dll. Kita semua sama di hadapan Allah sebagai mahkota ciptaan-Nya, yang dalam hal mengasihi atau menghukum tidak memandang muka. Tuhan mengajak kita masuk dalam persekutuan berdasarkan rahnat, berkat yang selalu didambakan. Relasi jenis ini tak terbalaskan. Kita diingatkan bahwa dalam relasi dengan orang miskin, difabel semangat yang mau dibangun ialah pemberian tanpa impian memperoleh balas jasa atau berbela rasa sukarela. Pahala sebagai balas jasa tersedia nanti.
Oleh dorongan Roh Allah sendiri kita semua bersatu dalam Kristus. Kekuatan persekutuan akan terjamin jika kita sehati, sepikir, tidak mencari kepentingan diri sendiri melainkan orang lain. Atau teguh untuk berjuang mementingkan kepentingan orang lain. Teladan yang Yesus wariskan kepada kita ialah Ia merendahkan diri dan menjadi manusia seperti kita dalam segala hal kecuali dalam hal dosa. Ia mengosongkan diri dan tidak punya apa-apa bahkan bantal untuk meletakkan kepala pun tak punya. Santo Karolus Borromeus Uskup Agung Milan, turunan bangsawan membagikan hartanya untuk orang miskin dan difabel.
Mazmur 131:1 "Tuhan, aku tidak tinggi hati, dan tidak memandang dengan sombong; aku tidak mengejar hal-hal yang terlalu besar atau hal-hal yang terlalu ajaib bagiku." Semoga menjadi doa kita juga agar kita tetap teguh untuk rendah hati.
Selamat beraktivitas hari ini dengan rendah hati. Tuhan berkatimu semua. (Arso Kota, 041124).