KITA BUTUH KOBARAN API KASIH KRISTUS DI TENGAH DUNIA YANG GELAP DAN PENUH PERSELISIHAN
RP Frans Funan, SVD
"Aku datang melemparkan api ke bumi, dan betapa Kudambakan agar api itu selalu menyala!" Aku harus menerima baptisan..., (Luk 12:49-50).
Makna api dalam Perjanjian Lama: Simbol penampakkan Allah (Kej 13:2; 19:18), pemusnahan pada pengadilan (Kej 19:24), sarana pemurnian (Im 13:52; Bil 31:23), dan sarana pemisahan (Yer 23:29; Yes 33:14). Dalam Perjanjian Baru, api mengacu pada Roh Kudus, teristimewa pencurahan Roh Kudus dalam rupa lidah-lidah api pada hari Pentekosta (Kis 2:3.33). Dalam kaitan dengan baptisan Lukas menulis begini: "Aku membaptis kamu dengan air, tetapi Ia yang lebih berkuasa dari padaku akan datang dan membuka tali kasutnya pun aku tidak layak. Ia akan membaptis kamu dengan Roh Kudus dan dengan api." (Luk 3:16).
Maka baptisan yang akan Yesus terima bukanlah baptisan Yohanes di Sungai Yordan melainkan baptisan dalam arti penderitaan dan kematian Yesus yaitu demi penghapusan dosa manusia, suatu masa baru penyucian pada setiap orang yang percaya pada-Nya. Dengan demikian ada hubungan erat antara baptisan, Roh Kudus dan api untuk pemurnian, penyucian dan penghapusan dosa. Maka kita butuh api kasih Kristus itu dalam dunia kita pada masa kini yang penuh perselisihan.
Pertentangan, konflik dan kekhaosan yang terjadi sekarang dasarnya adalah penolakan terhadap kehadiran Yesus. Maka tidak heran jika pertentangan itu terjadi dalam satu rumah di mana anggota keluarga ada yang menerima dan menolak Yesus. Bahkan dalam keluarga besar manusia dalam dunia ini juga sama, ada yang menerima dan ada pula yang menolak Yesus. Hal ini memicu konflik berkepanjangan dalam hidup dan dalam dunia yang tak pernah akan menepi. Oleh karena dualisme sikap manusia itu maka kehadiran Yesus sudah pasti membawa pertentangan, perselisihan bahkan perpecahan (Aku datang bawa api bukan damai).
Kita percaya Yesus bawa damai, tetapi bukan damai seperti yang diharapkan manusia yaitu damai semu, damai lahiriah. Damai Yesus adalah damai batiniah (lestari) hasil dari upaya keras penuh pergulatan menempuh jalan kebenaran yaitu pembebasan diri dari belenggu salah dan dosa. Banyak orang menghindari jalan kebenaran ini, maka mereka hanya sampai pada damai lahiriah, ketenangan murahan yang digapai secara instan tanpa pengorbanan diri atau penderitaan yang berarti. Kita akui bahwa sebagai pengikut Tuhan sering kita terjebak sebagai pembawa damai gampangan tanpa menekuni jalan kebenaran yang penuh penderitaan demi damai batiniah yang dirindukan. Bukankah Yesus telah datang dan membawa damai lewat baptisan dan kematian-Nya?
Manusia butuh damai dalam hidupnya. Damai artinya bahagia, sejahtera, berhasil dalam bidang-bidang hidup yang digeluti, relasi baik dengan Tuhan dan sesama. Namun kenyataan selalu berbeda. Hal ini membuat kobaran api konflik terjadi dan tak terbendung. Pertentangan horizontal antar individu, antar kelompok bahkan konflik, perpecahan dan perang antara negara selalu saja ada. Semua kekhaosan itu terjadi karena manusia tutup hati terhadap kasih Kristus.
Manusia hidup mengambang tanpa berakar dan berlandas dari dan dalam kasih Kristus. Melalui api kasih Kristus relasi kasih antar manusia yang dingin dihangatkan, konflik dan peperangan yang menelan korban dimusnahkan, manipulasi dan ketidakjujuran diperbaiki, perpecahan atau pertentangan dipulihkan, damai dan kasih Tuhan dihidupi dalam komunitas kebersamaan kita sebagai insan berakhlak dan beriman. Api kasih Kristus tetap menyala untuk membakar sedikit demi sedikit kesombongan yang menjadi musuh terbesar dalam diri kita masing-masing hingga musnah.
Dalam pergulatan menghadapi aneka kekurangan iman kita, Santo Paulus mendoakan kita: "Aku berdoa supaya seturut kekayaan kemuliaan-Nya Ia menguatkan dan meneguhkan kalian oleh Roh-Nya di dalam batinmu, sehingga oleh imanmu Kristus diam di dalam hatimu, dan kalian berakar dan beralas dalam kasih." (Ef 3:16-17).
Selamat beraktivitas. Tuhan berkatimu semua. (Arso Kota, Kamis, 241024).