Hari itu, hari Minggu, 14 Agustus 2022. Kami Laskar Pejuang (LP) II (sebutan untuk Angkatan ke-XVI mahasiswa Sekolah Tinggi Pastoral Santo Petrus Keuskupan Atambua), baru saja melaksanakan Latihan Kepemimpinan Tingkat Dasar (LKTD) di Tanjung Bastian. Tepat pukul 16:00, kami tiba di kompleks kampus STP. Bertepatan dengan masuknya mahasiswa baru, karena tiga hari ke depan akan diadakan Orientasi Studi dan Pengenalan Kampus (OSPEK) bagi mereka.
Sore
itu banyak sekali mahasiswa baru yang masuk ke asrama, khususnya Asrama Putri unit B (asrama yang dijagaku dan Inocent, sahabatku). Ada 40 mahasiswa baru yang masuk di asrama tersebut. Semua berasal dari berbagai daerah. Ada yang dari Malaka, Atambua, TTU, Soe, bahkan ada yang
berasal dari luar pulau Timor. Mereka datang dengan berbagai macam sifat dan sikap yang berbeda. Ada yang malu-malu, ada yang blak-blakan, dan ada yang
alim. Semuanya bertemu dan tinggal bersama dalam satu atap, yaitu Asrama Puteri Unit B. Seiring berjalannya waktu, semuanya menjadi teman, sahabat bahkan keluarga. Berbagai kebersamaan, pengalaman suka dan duka dirangkai
bersama. Hari-hari menjadi indah dan damai. Kebersamaan dan
kebaikan yang kami rangkai membuahkan apresiasi dari bapak asrama kami,
sekaligus Rektor dari kampus kami, Romo Theo (biasa disapa). Asrama kami
menjadi asrama terbersih dan terindah, dan terajin dalam mengikuti kegiatan
apapun.
Sebelas bulan berlalu. Tanggal 2 Juli 2023 adalah hari yang tidak aku inginkan
di dalam hidup. Hari itu akan menjadi bayang-bayang kesedihan bagi aku, Inocent
dan anak-anak asrama. Karena hari itu, kami semua mahasiswa STP akan mendengar
pengumuman informasi liburan Semester Genap. Hari itu juga adalah hari terakhir kebersamaan kami di asrama dan kampus. Anak-anak akan
pulang ke rumah mereka masing-masing untuk menikmati liburan mereka. Sedangkan aku dan Inocent akan melaksanakan Magang III, dan akan berada
jauh dari anak-anak asrama. Bulan Januari 2024 nanti kami akan kembali, tetapi semuanya tidak akan seindah yang kemarin. Momen
dan waktunya telah berbeda.
Surat Keputusan Magang III telah
dikeluarkan setelah mendengar informasi liburan semester genap. Aku mendapatkan
lokasi magang di SMA Negeri 1 Atambua, dan Inocent mendapatkan lokasi magang di
SMK St. Wilibrodus Betun. Akhirnya kami terpisah
di tiga kabupaten. Anak-anak akan tetap berada di Kabupaten Timor Tengah Utara,
Inocent berada di Kabupaten Malaka dan aku sendiri berada di Kabupaten Belu. Setiap pertemuan pasti ada perpisahan. Dan itu adalah
konsekuensinya. Air mata akan mengalir mengingat segala hal yang telah di rangkai.
Tetapi kenangan itu akan tetap ada, abadi dan akan menjadi momen yang sangat berharga. Selamat berpisah orang-orang baik. Pesan aku kepada anak-anak
asrama dan Inocent hari itu sebelum berpisah:
“Untuk anak-anak: Tetaplah menjadi pribadi-pribadi yang baik, seperti kita masih bersama. Tetap berjuang
meraih cita-cita dan tetap saling
sayang, saling menjaga satu
sama lain, dan tegurlah jika ada yang melakukan kesalahan, baik melanggar
aturan atau membuat masalah. Tuhan tuntun perjalanan
dan perjuangan kita masing-masing, di mana saja kita berada. Untuk Inocent:
Semangat dalam menjalakan Magang III di tempat baru. Semoga cepat beradaptasi
dengan sitasi di Malaka. Jaga kesehatan sampai kita bertemu kembali. Sampai jumpa di kesempatam
berikutnya Inocent dan anak-anak manis. Goodbye.”
Aku tersadar dari lamunanku, ketika guru pamongku, Ibu Reli memukul halus pundakku, karena sedari tadi dia memanggilku, namun aku tak kunjung menjawabnya.
“Apa yang sedang kamu pikirkan?” tanya ibu Reli kepadaku.
“Aku sedang mengingat kenanganku bersama anak-anak asrama
dan sahabatku saat masih di asrama dulu. Aku merindukan mereka dan kenangan
kami, Bu.” Jawabku.
“Bulan Desember sudah dekat Neth. Magangmu juga akan
selesai. Tetap semangat agar semuanya dapat terselesaikan dengan baik dan tepat
pada waktunya. Kalian akan bersama lagi nanti. Tetap sabar dan berdoa saja.
Semoga mereka baik-baik saja di sana dan kamu juga baik di sini. ” ibu Reli
memberiku semangat.
“Baik bu. Terima kasih, yah.” Jawabku.
Aku kembali tersenyum dan bertekad untuk membawa, mereka
dan kenangan kami ke dalam doa. Semoga mereka baik-baik saja di sana.
Setelah memikirkan banyak hal, aku memutuskan untuk
segera masuk kelas karena bel jam ke-3 telah berbunyi.