• Hari ini: December 22, 2024

KEHILANGAN

22 December, 2024
153

KEHILANGAN

Oleh: Stefania Delyma Bais

 

Pernahkah kalian merasakan sesuatu yang sama sepertiku? Aku pernah merasakan kehilangan yang begitu besar. Seseorang yang selalu hadir di saat suka dan duka, tempat aku menangis dan mengeluh tiba-tiba menghilang begitu saja. Seolah-olah dunia tak adil bagiku. Sekuat apapun aku menangis dan berteriak, semua itu percuma saja karena kuasa Tuhan lebih besar.

           Aku dan keluargaku tinggal di daerah yang jauh dari perkotaan, namun terasa damai. Kehangatan keluarga yang terjalin begitu erat, membuat  aku merasa tegar dan kuat hingga sekarang. Namun, aku pernah merasakan luka yang begitu dalam. Hati terasa sangat sakit, bahkan terasa rapuh. Bagaimana tidak?  Orang yang sangat aku cintai dan kusayangi, pergi menghilang, dan lenyap begitu saja. Seseorang yang kuanggap seperti bidadari, tempat aku berbagi cerita, baik suka maupun duka. Aku merasa sangat bahagia, ketika berada di dekatnya. Namun, kebahagiaan itu sekejab menghilang dan pergi jauh dariku. Sampai sekarangpun, aku masih belum bisa menerima kenyataan ini.  “INA” itu adalah sapaan hangat  yang kami berikan padanya.

           Ina adalah wanita paruhbaya yang sangat tegar. Kasih sayangnya begitu besar, sampai aku sendiripun tidak bisa mendeskripsikannya. Dia adalah sesosok bidadari yang selalu mengerti akan keluh kesahku. Ia juga sering kujadikan sebagai teman curhatku. Siapa saja yang dekat dengannya pasti akan bahagia. Ia pandai menceritakan dongeng, pandai bercanda, walaupun kadang candaannya tidak masuk akal.

          Pagi itu, suara alarm dari HPku membangunkanku. Sinar suria mulai memancarkan kemegahannya, tanda bahwa pagi hari telah tiba. Aku meraih selimutku dan bangun dari tempat tidurku lalu kubuka jendela. Ketika pintu jendela terbuka sinar suria mulai menyilaukan mataku. Kuraih handuk, kemudian mandi dan bersiap ke sekolah. Di sekolah aku tidak sempat berpikir macam-macam mengenai Inaku. Aku tetap menyapa teman-temanku dengan ceria seperti biasanya.

         Ya, karena memang kemarin Ina hanya sakit perut. Sepulang sekolah, aku diantar oleh seorang teman kelasku. Setibanya di rumah, aku melihat semua orang menangis. ”Ini tidak seperti biasanya,” kataku dalam hati. Aku terkejut dan bertanya kepada semuanya apa yang terjadi? Namun, tidak seorang pun yang menjawabku dengan perkataan, tetapi mereka hanya menjawabku dengan tangisan. Aku semakin bingung dan tidak mengerti.

           Ketika aku tengah dilema oleh kebingungan, tiba-tiba ponselku berdering. Ternyata ada pesan yang masuk ke ponselku melalui Whatsapp tepatnya pada grup keluarga besar. Kuaraih ponselku, kemudian kubuka pesan tersebut. Ketika aku membuka pesan tersebut, barulah aku mengerti apa penyebab menangisnya semua orang. Pada pesan tersebut dikirimkannya foto, yang tertulis “Ina di ruangan jenazah.” Sungguh, ketika itu, aku tidak dapat membendung air mata lagi, isak tangisan tidak dapat kutahan. Ketika itu juga muncul pertanyaan dari dalam hatiku, “kenapa Tuhan? Kenapa ini semua terjadi begitu cepat?”. Aku merasa sangat bersalah, karena aku tidak ada di sampingnya, saat ia menghembuskan nafas terakhirnya. Rasa sedih, kecewa, sakit dan rapuh, sungguh tidak luput dari dalam hati ini.

Kenyataan memang pedih. Aku sering menghayal agar bisa melihat senyumannya, walaupun itu hanya dalam khayalan. Aku sering berpikir, “jika memang menghayal itu indah, lebih baik aku berada dalam dunia khayalan, dari pada menerima kenyataan, yang hanya akan memberi luka”. Memang benar kata pepatah, “sesuatu yang berharga akan terlihat lebih berharga, ketika sudah hilang dan tidak kembali lagi”.

Aku dan Ina dipisahkan oleh dua alam yang sangat jauh berbeda. Jika memang bisa untuk dikejar, aku akan mengejar dan menariknya kembali. Ah, lagi-lagi aku menghayal. Kadang aku berpikir, bukankah Ina pernah mengatakan bahwa dia menyayangiku? Bukan saja aku tetapi kami semua anak cucunya. Namun mengapa? Mengapa ia pergi tanpa menghiraukan kami? Apakah ini kasih sayang itu? Entahlah, akupun tidak mengerti. Berita mengenai kepergiannya merupakan sesuatu yang sangat mengejutkan, luka itu bahkan masih membekas di dalam hati ini.

        Aku ingin ia selalu hadir dalam mimpiku. Ingin kuutarakan rasa rindu ini kepadanya. Aku ingin memeluk dan mengecupnya sekali lagi. Padahal sebelum Ina meninggal, dua hari yang lalu, aku baru saja mengobrol dan bercanda dengannya. Ternyata itu adalah kesempatan terakhirku untuk mengobrol dengannya. Rasa rindu ini sangat besar. Aku rindu belaiannya, senyumannya, tawanya, nasehatnya, terlebih kasih sayangnya. Perlahan, aku memang harus belajar untuk menerima kenyataan ini.

Tag