Di kala senja yang merah menyala, ribuan orang berkumpul di jalan raya kota. Mereka membawa spanduk-spanduk revolusi, memekikkan yel-yel kebebasan. Aku pun berada di antara mereka, bersama kawanku yang dulu kukenal baik.
Namun, sesuatu terasa berbeda malam itu. Kawanku yang selalu setia mendukung perjuangan tiba-tiba berubah. Matanya penuh dengan amarah, langkahnya gagah menghadapi barisan polisi. Aku mencoba menyapanya, namun ia menolak dengan dingin.
"Sudahlah, kau tidak bisa menghentikan kemajuan ini," katanya tanpa pandang ke arahku.
Hati ini terasa pilu ketika melihat kawanku, teman seperjuangan, kini berada di balik garis lawan. Apa yang telah membuatnya berubah sedemikian rupa? Aku mencoba mencari jawaban, namun tak satu pun kata yang keluar dari mulutnya.
Keesokan harinya, media dipenuhi dengan berita tentang pengkhianatan kawanku. Ia disebut sebagai agen provokator, mereka meneriakkan tuduhan sungguh-sungguh. Aku hanya bisa menatap foto wajahnya yang kini dipajang sebagai buronan.
Sesak dadaku tak tertahankan. Bagaimana bisa kawanku melawan kami, padahal kita berjuang untuk hal yang sama? Revolusi tak hanya melawan musuh di luar sana, tapi juga menghadapi pertarungan batin dengan orang-orang terdekat. Kawanku, entah di mana kini, aku berharap suatu hari kita bisa bertemu lagi di dunia yang lebih baik.
#Jiwaumumnetral, Eko-vinsent, Kornelis Tekege