• Hari ini: December 22, 2024

"Dibalik Alhamdulillah dan Astungkara, Sebelum Sirna"

22 December, 2024
102

"Dibalik Alhamdulillah dan Astungkara, Sebelum Sirna"

Karya : Risa Nifshu Aminah

 

Semua orang pernah terluka, dan bahkan ada yang merasa sangat terluka sedari saat mereka mengenyam angkara dan senandung kemenangan berpijak di bumi.

Hari itu, terjadi sebuah perselisihan di tempat yang semenarik menjulang gunung, dan setinggi sebuah Pura laksana Bathara Agung yang menempati. Sepi dan sejuk mewarnai pagi buta yang terasa sangat mencekam.

Hari itu, tepat berusia 1 tahun ketika seorang pemuda bernama I Cokorda Made Nali Pramadya, dengan panggilan Made Ali, seorang pemuda darah Bali yang berhasil menaklukkan hati seorang wanita berdarah Jawa dengan jajaran pemerintah daerah Kabupaten Wonosobo.

Ia adalah seorang pemuda bijaksana dan sederhana, seorang copywriter sekaligus penelaah penyuntingan naskah dan berita. Dilihat dari namanya dia adalah seorang pemuda ningrat (I), Made yang berarti anak kedua, Cokorda berarti dia adalah seorang pria berkasta Waisya atau pedagang atau istilah lainnya wirausahawan dalam sistem derajat tingkatan hidup umat Hindu di Bali.

Aku akan menceritakan sosoknya yang selalu bisa membuat hati seorang wanita kelahiran Jawa dengan sebuah cinta yang damai dan tenang, setenang lautan yang tidak dikekang oleh derasnya ombak.

Waktu itu, setahun yang lalu, dalam sebuah event untuk menjaring minat dan bakat para muda-mudi tingkat nasional bertemakan ide tulisan, seorang wanita mengikuti sebuah workshop online yang dinamakan "Show Run Writers" yang berlokasi di Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali, lebih dikenal sebagai kelas menulis pemula, mereka berdua diperkenalkan dalam media sosial dan mulai akrab dengan memanggil nama Made Nali Pramadya sebagai Ali.

Dia dikenal sebagai sosok yang akrab dengan dunia pertulisan, hakikat Pura sebagai rumah ibadah umat Hindu Pedharman, pemahaman Kitab Weda, Bhagawad Gita dan ajaran-ajaran normatif lainnya yang selalu menginspirasi umat Hindu di Provinsi Bali.

Dan seorang wanita yang aku sebut sebagai kekasih dari Made Nali Pramadya adalah Nur Vaisa Adinika Prasasti, dengan nama panggilan Sasti, gadis Jawa yang lebih dikenal dengan penghuni dataran tinggi serta pegunungan, dan mengapit dua gunung ternama, yakni Sindoro dan Sumbing serta Dataran Tinggi Dieng yang melegenda.

Di antara dua keyakinan yang berbeda itulah, sebuah rangkaian tasbih yang selalu dilontarkan oleh Sasti akan bertolak belakang dengan Gelang Tridatu Made Nali Pramadya, selama mereka berdua menjalin hubungan asmara tanpa sepengetahuan keluarga masing-masing.

Kedekatan mereka pun semakin dihadapkan pada sebuah kebimbangan, antara harus memilih untuk meninggalkan kehidupan tanpa kasta (bagi Made Nali Pramadya) ataukah harus meninggalkan pedoman hidup Al-Qur'an (bagi Sasti) itu sendiri.

Hidup akan terus berjalan, walau ikatan batin yang kekal tak akan mendapatkan sebuah jalan lurus ketika dipatahkan oleh rasa ketidaksamaan agama dengan tradisi kehidupan. Manusia sendiri menempuh jalan kehidupan dengan tanpa sebuah kesempurnaan, semua akan selalu berkembang dan berkurang. Adapun sebuah jodoh dan takdir dari Sang Maha Kuasa. Itu adalah Wallahul A'lam (tiada yang mengetahui kecuali-Nya).

"Hei, apa yang kamu lakukan?", tanya pemuda itu yang sedari tadi menunggu di dermaga Pelabuhan Tanjung Priuk Semarang. Terlihat dari jarak dekat, seorang wanita tengah menenteng tas besar berisikan berbagai pasang baju dan keperluan untuk sang pria.

"Keperluan perjalananmu, aku tahu semua ini tidaklah mudah bagiku untuk mengingatmu dalam sepanjang tahun lamanya setelah kita tidak bisa bertemu kembali", tampak raut wajah yang murung pada seorang wanita yang berparas manis dan anggun itu. Wanita itu menengadahkan kedua tangan memanjatkan doa pada Sang Kuasa untuk keselamatan kekasihnya itu.

Setelah memandangi raut wajah wanitanya, dia tampak lunglai melanjutkan langkah perjalanannya itu menuju pelabuhan, ketika terlihat di depannya sebuah kapal besar serupa Feri merapat di dermaga. Meskipun telah beberapa kali sepasang kekasih itu berkabarkan melalui sehelai surat yang mereka tulis sepanjang harinya, beserta dengan pesan singkat melalui WhatsApp tetap saja tidak dapat membendung tangis wanita itu.

Akupun tahu, kisah cinta yang mereka alami sepanjang titik pandang dari kejauhan. Cinta beda agama. Antara sebuah Al-Qur'an dan Kitab Suci Weda. Pria itu kemudian menggenggam jemari wanita itu. Lalu kedua tangannya mengusap pipi berlinang air mata wanitanya itu.

"Aku tahu setiap apapun hubungan kita itu tertulis dalam aturan agama kita, dan aku yakini hal itu sebagai sebuah penyimpangan, karena bagaimanapun agamaku melarang untuk berpacaran karena akan mendatangkan zina. Apalagi setelah kita menjalani hubungan cinta beda keyakinan selama ini. Aku tahu mas Ali aku tidak bisa menahan tangisku ini, namun entah kenapa rasanya sangat sulit untuk melepaskanmu, cintaku", pekik wanita itu dengan tangis yang tertahan, sebelum akhirnya dia menggenggam erat dada bidang pria di depannya itu.

Sesaat setelah wanita berusia dua puluh lima tahun itu tenggelam dalam pelukan datar prianya, kemudian dia berkata sekali lagi, untuk mengucapkan sumpah cinta sebelum keduanya harus berpisah selamanya.

"Sampai kapanpun aku akan tetap mencintaimu sayang, walau agama kita berdua tidak merestui untuk bersama, kita dilahirkan dengan dalih keyakinan yang berbeda, antara aku harus berdoa menengadahkan tangan kepada Alloh SWT, bertolak belakang dengan kamu memuja Sang Hyang Widhi Wasa di tanah kelahiranmu, tanah beradat dan berkasta di Bali. Aku mohon tetaplah jaga nama baik keluarga dan budayamu, aku sebagai wanita yang kau pandang sebagai sudra (rakyat biasa) telah meletakkanmu sebagai penopang dihatiku ini".

Sang pria tidak dapat membalas kata-kata menyentuh hati wanitanya itu. Sosok Sasti dalam cerita cinta ini adalah sebagai perwujudan tuan putri yang mengorbankan segala keyakinan demi menjalin cinta terlarangnya bersama dengan Ali.

Sebuah ajaran di dalam Kitab Suci Weda bersebutkan: tidaklah kamu berkelana mencari ilmu, kecuali dengan pedharman yang berbeda dengan kamu mengimani Siwa sebagai satu-satunya pencipta alam, lalu bagaimana kamu meninggalkan kewajibanmu terhadap Sang Hyang Widhi Wasa yang kamu telantarkan itu?, dalam petikan Weda shrutti dengan Weda Smrthi.

Agama Hindu diwakili oleh Parisada Hindu Dharma dan mereka menetang pernikahan beda agama ini dilegalkan. Hal ini karena dalam ajaran Hindu setiap pasangan diharuskan menjalani sejumlah ritual yang mensyaratkan pasangan memeluk agama Hindu. Perkawinan beda agama menurut Hindu dinyatakan tidak bisa disahkan menurut wiwaha samskara sehingga bila dilakukan maka pasangan itu dianggap tidak sah dan selamanya dianggap zina.

Sementara itu, di dalam ajaran agama Islam yang melarang pernikahan beda agama terletak pada firman Allah SWT Al-Qur'an Q.S. Al-Baqarah ayat 221 yang mengandung arti, “Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik”, dan begitu juga sebaliknya.

Meskipun keduanya tahu tentang pedoman hidup yang diyakini oleh mereka, akan tetapi hubungan itu terus saja berlanjut hingga pada hari inilah antara alam yang diistirahatkan dari gemuruh dada yang menusuk pandangan mata sepasang kekasih bertakjubkan cinta, kedua sejoli itu dikaitkan bagaimana seorang yang menjalankan perjalanan namun tak akan pernah sampai pada kafilah-Nya.

Beberapa menit kemudian setelah Sasti melepaskan hangat pelukan dari kekasihnya itu, dia kembali bergumam pada Ali, "Jaga dirimu baik-baik, Mas... ", belum selesai Sasti berbicara, tiba-tiba Sang Ningrat Ali berbisik seraya menyentuh pipi Sasti dengan gemulai. "Kita mengikhlaskan kehidupan masing-masing, di mana Tuhan tidak pernah berhenti menyayangi kita, meskipun kita berbeda, Tuhan itu selalu ada dalam setiap aliran darah kita, kita berkeyakinan bahwa Tuhan itu satu, apapun itu, kita lepaskan cinta ini, sampai di sini kita berjuang, di mana setelah satu tahun yang lalu, kamu memberikan semua kasih sayangmu dan menjadikanku bagian dari kenangan hidupmu, wahai umat Tuhan yang aku semogakan".

Rintihan suara itu bagaikan petir di siang bolong, hembusan dermaga seolah menjadi saksi bisu perpisahan sepasang kekasih dengan berlatar agama yang berbeda. Jari jemari para penghujung jalanan membuat mereka menjadi Kilauan duri yang tidak akan pernah bersama menjelang sebuah ikatan batin.

Kini keduanya dengan rasa pasrah, perlahan akan saling mengikhlaskan satu sama lain, disertai dengan sebuah rasa yang mungkin masih sama terhadap apapun di masa-masa kebersamaan mereka.

Beberapa menit kemudian, bunyi sirine kapal yang telah berdentang di Lautan Ketapang akan segera berlayar menuju Gilimanuk membawa Made Ali ke tanah tempat kelahirannya, Bali.

Sementara Sasti tersenyum dari kejauhan, dengan tetap menahan segala riuh dalam dada, melepas sang kekasih. Memang tidak semudah itu, namun kisah cinta mereka membuat sebuah pembelajaran yang sangat berguna untuk ketaatan terhadap ajaran agama dan keyakinan masing-masing.

=======

Bionarasi

Namaku Risa Nifshu Aminah. Biasa dipanggil Risa. Lahir di Wonosobo, 01 November 2001. Bekerja sebagai Karyawan Honorer di Kantor Kelurahan Kalikajar. Aku suka menulis. Salah satu karyaku akan ku kembangkan menjadi sebuah kata yang benar-benar hidup, dengan motivasi sebagai penulis, kita tidak boleh putus asa terhadap apapun kemampuan kita.