CINTA YANG TERTINGGAL
(Desi Ceunfin)
Matahari mulai terbenam, senja di sore itu mulai terlihat indah, membuatku yang sedari tadi berdiri mematung menyaksikan aksi dari anak-anak yang kegirangan akibat tampilan layar disertai gerak-gerik di atas tembok beralaskan kain hijau yang panjangnya sampai di bawah lantai bercat coklat itu.
Aku menatap lubang-lubang kecil dengan bermacam-macam warna yang berada di atas tembok itu. Pantulan cahaya matahari di sore itu jelas kelihatan. Aku mengarahkan pandangan pada seorang anak kecil dengan rambutnya yang keriting berikatrambut warna merah, senyumnya yang manis, kulitnya berwarna kecoklatan dan juga celana terusan yang dikenakan membuatnya bersinar dan cantik.
Bocah itu berhasil membuatku meliriknya yang sedari tadi hanya berdiri tanpa aksi di tempatnya. Aku mendekatinya untuk bercerita seadanya. Aku bertanya, "Apa yang sedang engkau lakukan?" Jawabnya, "Aku sangat merindukan orang-orang yang pernah menemani dan mengajarkanku banyak hal tentang hidup terutama dengan aku."
Wajahnya mulai pucat pasi seolah-olah ia sedang memikirkan sesuatu. Lalu katanya lagi, "Ke manakah kalian selama ini? Apa kalian tidak sama sekali merindukan kami semua di sini?" Aku mulai bingung apa yang harus aku lakukan agar anak kecil berikat rambut merah ini bisa tenang.
Aku lalu mengusap-usap rambutnya lalu dengan perlahan-lahan mulai menjelaskan mengapa para pembimbing selama ini menghilang. Tatapanku mulai kosong, aku membayangkan semangat yang pernah ada dalam diri anak ini. Namun, dengan berjalannya waktu semangat itu mulai hilang akibat ditinggalkan pendamping karena kesibukan dan kebutuhan masing-masing sehingga seperti ini.
Anak kecil itu terus memandangku seolah-olah tidak puas dengan jawabanku. Aku menggengam tangan mungilnya lalu mengajaknya menghindar dari kerumunan itu. Sebuah tugu kecil yang berada di depan bangunan tua itu menjadi saksi bisu antara aku dan si bocah kecil berikat rambut merah itu. Aku membelai rambutnya lalu berusaha untuk menjelaskan apa yang sedang terjadi. DIalog Pembina dan Murid pun terjadi.
Pembina: Apa yang nona rasakan saat ini?
Murid: Sesuatu hal yang membuatku seolah-olah ingin bertanya terus, mengapa kalian semua pergi meninggalkan kami?
Pembina: Siapa yang meninggalkan kalian?
Murid: Para pendamping SEKAMI waktu itu.
Pembina: Apakah selama ini tidak ada perhatian lagi seperti waktu itu?
Murid: Ada.
Pembina: Lalu mengapa nona harus merasa sedih seperti ini?
Murid: Sebenarnya aku rindu ingin sama-sama seperti waktu itu.
Pembina: Nona harus tahu, waktu kemarin dan yang sudah terjadi adalah kesempatan untuk kita bersama. Coba nona bayangkan ketika nona pergi untuk sesuatu hal yang membutuhkan waktu yang lama pasti ada orang yang juga merindukan kehadiran nona di sini.
Murid: Mengapa demikian?
Pembina: Yahh, karena kebaikan selalu ada dan selalu dikenang.
Murid: Jadi kita tidak boleh menyamakan kejadian waktu itu dengan sekarang?
Pembina: Boleh-boleh saja, yang penting untuk hal baik.
Murid: Terima kasih banyak.
Segala sesuatu yang kita lakukan, entah itu baik atau buruk tentu selalu ada dalam ingatan orang. Apalagi apa yang kita lakukan baik untuk hidup dan masa depannya. Jaman mulai berubah begitu pun dengan karakter manusia. Bersyukur bahwa masih ada orang yang selalu bertanya-tanya tentang hidup dan juga mengaitkan pengalamannya dengan apa yang sedang terjadi dalam hidupnya. Jika anda berhasil, anda hebat!. Cinta yang tertinggal kini kutemui kembali dalam kisah seorang bocah kecil.