• Hari ini: December 22, 2024

KOMUNIKASI MISI (II)

22 December, 2024
38

KOMUNIKASI MISI (II)

    Lembaran baru kubuka lagi. Hal-hal baru mulai bermunculan dalam buku tebal berjudul Komunikasi Misi itu. Bahwa apabila seorang tidak dikenal namanya maka ia tidak disayangi karena kurang mendapat perhatian. Demikian pula halnya dengan locus tertentu. Kalau kita mau mencintai pulau Timor dan semua penghuni pulau ini, maka kita harus mengenal nama pulau Timor.

    Tentu ada banyak ceritera mulut, kisah dan dongeng yang berbicara mengenai proses terbentuknya pulau Timor. Seperti yang sudah disampaikan di awal cerita ini tentang siapakah yang memberinya nama Timor? Mengapa disebut Timor? Bagaimana kondisi orang-orang yang menghuni pulau Timor?

    Pertanyaan ini yang akan membawa kita untuk sama-sama melihat dan mengetahui cerita dan kisah yang sebenarnya. Kita adalah orang Indonesia, dan Indonesia adalah tanah air kita, memiliki lima agama dan beragam budaya, dialek, ras, suku yang berbeda. Perbedaan itu dirangkum dalam adagium, 'Bhineka Tunggal Ika', artinya berbeda-beda pulau, suku, dialek, agama tetapi tetap satu yaitu Bangsa Indonesia.

    Dalam hal ini banyak bangsa di dunia kagum akan ke-bhinekaan-an bangsa Indonesia. Sekalipun masyarakat Indonesia sangat heterogen namun tetap satu, damai dan sejahtera. Berbicara tentang bangsa yang kaya ini, muncullah tanggapan dari berbagai pihak bahkan negara dan Duta Besar Portugal untuk Indonesia, Carlos Manuel Leitao Frota, pernah menyatakan kekaguman akan kebhinekaan Indonesia, dalam suatu kesempatan kunjungan ke Yayasan Purna Kasih di Kupang tanggal 1 November 2011, sebelum melakukan kunjungan ke Builaran-Belu untuk melihat peninggalan Portugis di tempat itu. Carlos berkata bahwa  sekalipun Indonesia hidup dalam kebhinnekaan, tetapi tetap satu, saling menghormati dan hidup harmonis.

    Rasa hormat itu tidak hanya terhadap sesama anak bangsa Indonesia, akan tetapi nampak juga dalam perhatian terhadap situs-situs peninggalan Portugis sejak 500-an tahun lampau yang masih terpantri kokoh di sebagian besar pulau di Indonesia termasuk di Timor dan Builaran-Belu Selatan pada khususnya, sekitar 60 km dari kota Atambua. Situs-situs tersebut masih terpelihara sampai dengan saat ini karena dihargai oleh masyarakat sebagai situs sejarah.

    Hal inilah yang menjadi tanda ikatan persaudaraan, kebersamaan, kekeluargaan dan keakraban antara Indonesia dan Portugis selama berabad-abad lamanya sejak tahun 1511/1512 hingga saat ini. Ekspansi bangsa Portugis ke seluruh pulau di Indonesia sangat cepat sehingga  sekitar tahun 1530 orang-orang Portugis sudah menduduki sebagian pulau Timor.

    Peninggalan Portugis di Timor antara lain juga dalam bentuk bahasa dan cara berbicara, tarian, lagu, tata cara, dan kebiasaan makan dan minum, model pakaian dan masih banyak lagi. Catatan lain dari Erich Breuning dikatakan bahwa sebelum Portugis tiba di Timor, sebenarnya bangsa Spanyol sudah datang lebih dahulu ke Timor sekitar tahun 1522. Orang Spanyol pertama yang menginjakkan kaki di Atapupu-Timor adalah Don Juan Sebastian de Elkano (kemungkinan nama ini yang diabadikan sebagai sebuah tempat wisata yang sekarang disebut Tanjung Bastian).

    Tujuan kedatangan orang Spanyol ke Timor adalah untuk berdagang cendana dan lilin dan menyebarkan ajaran Katolik tetapi keberadaannya di Timor tidak terlalu lama karena didesak oleh bangsa Portugis.  Aku menatap langit-langit lalu beranjak dari tempat duduk sambil membalikkan badan melihat sebuah salib yang bergantung di atas ambang pintu masuk ruangan itu. Aku berpikir sejenak, lalu mulai berbicara dalam hati. Seandainya bukan kuasa Tuhan, mungkin semua ini tidak akan terjadi seperti ini.

    Bahwa pada mulanya Tuhan sudah merencanakan semuanya sehingga terjadi seperti sekarang bahkan para misionaris dari berbagai pulau pun merasakan hal seperti itu. Kembali pada cerita awal tentang Pulau Timor yang dengan sebutan Alias Baramatus.

    Bahwa orang-orang Timor sering melakukan syair lagu selain dalam bahasa Tetun juga ada syair lagu lain yang dilantunkan untuk memuji keelokan dan keanggunan pulau Timor, "Bo lele bo tanah Timor lele bo, baik tidak baik tanah Timor lebih baik". Lalu pertanyaannya mengapa pulau Timor diagung-agungkan sebagai pulau yang indah yang membuat orang tetap terpikat untuk hidup dan bertahan di pulau ini apapun resikonya, padahal  seperti yang kita ketahui bahwa pulau ini kering kerontang terutama di musim kemarau seperti sekarang ini?

    Lalu apa kelebihannya? Tentu setiap orang punya pengalaman dan ceritera yang berbeda dan bervariasi mengenai Timor. Pada akhir semua ceritera itu orang lalu akan tetap berkata, 'baik tidak baik tanah Timor lebih baik?, pertanyaan ini sulit dijawab, karena ada pula banyak orang yang belum menemukan keistimewaan di tanah Timor. Walaupun demikian barangkali untuk mengurangi ketidakpastian pengetahuan kita akan pulau Timor itu seperti apa.

    Menurut ceritera atau dugaan segelintir orang, sebenarnya pulau yang kita duduki, huni dan banggakan dalam lantunan lagu Bo lele bo itu nama aslinya adalah "Baramatus"  ketika armanda Portugis dibawah pimpinan Alfonso De Albuquerque bersama rombongannya tiba di Indonesia tahun 1511/1512 dan terus menyebar ke pulau ini.

    Sekali lagi, diduga bahwa 'Baramatus' adalah nama asli pulau ini. Tetapi yang lain mengatakan bahwa nama pulau ini aslinya memang Timor, sedangkan ' Baramatus' hanyalah nama julukan atau nama samaran atau bahasa gaulnya alias.

    Kemungkinan besar nama samaran ini diberikan oleh Bangsa Spanyol yang datang lebih dahulu ke Timor sekitar tahun 1522 sebelum bangsa Portugis datang. Bila dilihat dari segi sejarah masuknya agama Katolik ke Timor yang dibawa oleh misionaris dari Fransiskan (OFM) kemudian menyusul Ordo Dominikan berkebangsaan Portugis ini, maka dapat diperkirakan bahwa Armada Portugis masuk ke Timor untuk pertama kalinya melalui sebuah pintu masuk yaitu di ufuk Barat. Banyak orang memastikan bahwa Oekusi sebagai pintu masuk utama.

    Dalam kisah tentang perjalanan misi ke Timor diceritakan bahwa di Mahata (dekat Oekusi-Ambeno) pada tahun 1556 adalah Frei Antonio Taveiro dan Frei Antonio da Cruz, OFM. Setelah menyimaki kisah demi kisah yang berurutan dari satu lembar ke lembar lainya, semakin hingga terus-menerus membuatku untuk lebih tahu tentang sejarah perjalanan ini, yang mana di sisi lain menjadi suatu kebanggaan besar bagi penerus misi dan sebagai orang asli Timor ini.

    Aku sendiri merasa bangga selain menjadi warga  negara Indonesia yang kaya akan segala hal, juga menjadi bagian dari sejarah perjalanan para misionaris. Setidaknya sebut tanah Timor saja, sudah sangat membahagiakan. 

    Masih penasaran tentang cerita selanjutnya? Yukk ikuti episode selanjutnya.... 

DDMC