Aku berjalan di sudut kampus itu, dengan bernyanyi kecil sambil menampilkan senyum di bibir ranumku. Walaupun panas membara, hatiku begitu gembira kala aku mengingat perlakuan dari si manusia es, yang terjadi beberapa jam yang lalu.
Setibanya di asrama, Kristin yang melihatku senyum-senyam melirikku dengan ekor matanya dan berkata kecil: "Aneh kaya orang gila". Karena aku tak mendengar, maka akupun terus melangkahkan kaki menuju kamar itu.
Saat aku menaruh tasku yang berwarna toxca itu, benda pipih yang kutaruh di dalam tas itu berdering pertanda ada notifikasi dari aplikasi WhatsAppku. Aku melirik bendah pipih itu dan langsung menggeser gambar hijau pada layar HP pertanda aku menerima telfon itu.
+6008: Siapa namamu?
Me : Felly. Terus siapa namamu (akupun menanyakan namanya).
dan WhatAppnya pun hanya bercentang satu.
So' misterius amat (batinku). Karena merasa lelah akupun beristrahat. Benda pipih yang kuletakan di samping bantalku berdering lagi. Tanganku meraih benda itu, tanpa melihatnya akupun langsung menggeser gambar hijau dan menerimanya, dan dia yang di seberang telepon itu berkata: "Bangun, woi kamu lupa kalo hari ini, hari Selasa kegiatan kategorial?".
Setelah mendengar suara itu, akupun membuka kedua bola mataku selebar lebarnya. OMG. dia menelponku lagi. ouhhh so sweet....dan akupun menjawab: "Siaaap"
Belum sempat mengatakan siap, namun sudah dimatikan olehnya...Ihhh sebel..(monolog aku)..
Akupun segera beranjak untuk mandi, dan bersiap ke kampus untuk mengikuti kegiatan kategorial. Karena aku memilih musik, akupun bersama Olin langsung ke ruang musik.
Si manusia es itu rupanya sudah ada dalam ruangan bernuansa batu merah itu. Saat masuk ke dalam ruangan itu, aku bersama Olin berselamat: "Selamat sore kak." Ia hanya membalas, "hmm". (Jari-jemarinya terus menekan pada tombol-tombol alat musik itu. Jadi dia yang melatih kami? (batinku).
Diapun bangkit dari duduknya dan memberikan kesempatan untuk kami, dengan berkata,"Ayo duduk," dengan netra matanya yang tertujuh padaku. Akupun mengikuti instruksinya dan duduk di kursi yang berada di depan terdapat alat musik itu.
"Ayo tekan tombol Do sampai Si," perintahnya. Karena jari-jemariku masih sangat kaku, ia memegang tanganku dan membantuku untuk menekan tombol dari orgel itu.
"Duhhhh kenapa jadi gugup seperti ini." Hati, tolong kerja samanya dong" (batinku). Setelah jariku menekan hingga tombol Si, ia melirikku tanpa ekspresi dengan cukup lama, jarak kamipun begitu dekat, hingga aku dapat merasakan deru napasnya.
By : Felicitas.
Kefamenanu, 18 November 2023