• Hari ini: December 22, 2024

MALAM JUMAT YANG PANJANG (1)

22 December, 2024
319

MALAM JUMAT YANG PANJANG (1)

        Dingin malam Jumat kali ini menusuk menembus pori-pori kulit dan seakan meremukkan tulang-tulang sendiku. Bibirku pucat pasi, tarikan nafasku pun sedikit terengah, sedang kakiku gementar kaku tak kuat menopang tubuhku yang sudah lelah. Lampu belajarku sudah kumatikan, alarm pun sudah kusetel untuk besok pagi. Dari balik tirai kamarku selayang pandang aku memandang jauh ke arah jalan berkelok di depan sana. Suasananya sepih lengah. Satu per satu kusaksikan kilauan sorot lampu jalan yang mulai redup bahkan sudah padam. Dari bilik kamarku kini aku hanya dapat menangkap bayangan-bayangan hitam pohon delima yang sedang berayun lamban melambai-lambai seperti wanita yang sedang meliuk-liuk di atas panggung wayang. Paduan suara kodok di kolam dan jangkrik yang kerap kudengar setiap malam dari arah taman krisan seakan sedang kantuk berat dan berbisik pelan hampir tak kedengaran lagi. Mungkinkah semuanya sudah tertidur pulas?

        Ahhh, aku termangu dalam lamunanku yang melantur dan mengoceh pikiranku, aku tak dapat segera tidur lagi. Aku kembali duduk sambil rebahan di sofa, mematuk-matuk cangkir tua bermerek Cina yang masih ada sisa kopi sejak sore tadi. Kuteguk dan menyerut beberapa kali sampai benar-benar merasakan nikmatnya di ujung lidahku. Mataku membelalak tak kunjung terkatup. Entah mengapa malam ini terasa amat lain dan panjang.  

        Aku memutuskan ke dapur untuk mengambil beberapa camilan dari toples ungu tua lalu kembali santai rebahan di sofa ruang tengah. Radio FM kesayanganku yang kudapat dari kakekku hidupkan lagi bahkan lebih kuat kuputar volumenya, menyebabkan dentuman yang keras dan makin mengguncang dinding-dinding kamarku. Ahh...aku mengangguk dan sesekali menggerakkan tangan dan pinggulku mengikuti irama musik wals kesukaan ayah dan ibuku sejak dulu kala. Aku bukan tipe penikmat lagu-lagu tempo dulu, namun sering aku menikmatinya di saat sedang dirundung galau. Lagu-lagu gubahan seperti Titiek Sandora, Iwan fals, Mariam Belina hingga karya komposer-komposer musik klasik yang pupuler akan kunikmati laksanakan obat penenang tidur yang paling baik dan berharga untukku.

        Untukmu yang terkasih Celine..... adalah sepenggal kalimat yang masih terngiang-ngiang dan mengusikku hingga jarum jam menunjukkan pukul 24.15. Kalimat itulah yang masih kuingat setiap kali kau mengirimiku surat atau hadiah kecil di setiap hari ulang tahunku. Kartu-kartu kecilmu selalu menarik dan memberikan kejutan yang menyenangkan hatiku saat membacanya satu persatu.

        Sejak kepergian Angelo ke Jogja jarang mendapat kabar darinya. Aku sekali mendapatkan balasan via WA itupun mungkin semingguan sekali. Perasaan gelisah, cemas kadangkala menggangguku untuk berkonsep yang tidak-tidak tentang keadaan Angelo. Sedang apakah ia, dengan siapa dirinya saat ini tentu tidak lazim lagi bagiku.

        Waktu terus berganti Angelo tak pernah menelfon atau menyuratiku  lagi lewat Email nya. Bunyi deringan telefon lambat laun mulai jarang kudengar hingga aku sendiri hampir tak pernah melihat Angelo aktif dan follow di akun Facebook dan Instagramku. Aku tak tahu selanjutnya akan seperti apa hubungan kami ini. Hari-hariku terasa penuh dengan teka-teki yang belum pasti.

        Seminggu setelah pulang dari rumah tantanya di Salatiga aku mendapat kabar dari Tamara adiknya Angelo bahwa Angelo sedang mengikuti pertukaran mahasiswa di Australia. Seperti disambar petir, muncul sederet pertanyaan di kepalaku, mengapa Angelo tak pernah memberitahukanku tentang hal ini? Bahkan mengapa Angelo tak meninggalkan pesan apapun untuk diriku. Mendengar penjelasan Tamara ini aku hanya bisa menunduk dan menarik nafas dalam-dalam menahan hujan air mata yang perlahan mulai membasahi kelopak mataku. Angelo, mengapa setega itu kau lakukan ini untukku. Tak mengertikah dirimu akan aku yang selalu berharap bahwa kau akan tetap menghubungiku kapan saja dan di mana saja kita berada. Hari ini kegelisahanku seakan bertambah membuatku terus memikirkanmu. Semoga kau baik–baik saja seperti aku di sini.

        Angelo kapankah kau akan kembali lagi ke sini.... Surat-surat yang kau selipkan dalam buku yang kau pinjamkan untukku bulan yang lalu masih tersimpan rapi dan tak ada satupun yang tercecer dan hilang. Aku sering membacanya di saat aku sedang merindukanmu. Aku berharap musim panas yang akan datang mengijinkanmu untuk berlibur ke Indonesia. Aku mungkin tak akan pernah melihat rupamu lagi sebab akan asing bagiku bila kau berubah haluan dariku. Semoga saja aku salah menilaimu seperti saat ini.

 BERSAMBUNG..........

By: Lena Salu