Dialog merupakan percakapan timbal balik antara dua orang atau lebih menyangkut berbagai hal. Isi percakapan itu beraneka ragam, mulai dari persoalan ringan hingga berat dan sulit. Lewat dialog, orang dapat membuka wawasan dan mendapat pencerahan.
Berikut ini akan ditampilkan sebuah dialog kecil antara dosen dan mahasiswa menyangkut pemberdayaan para calon agen pastoral (mahasiswa) lewat stand pameran yang dibuat oleh para mahasiswa Sekolah Tinggi Pastoral Santo Petrus Keuskupan Atambua dalam rangka Dies Natalis XV kampus ini.
Dosen: Halo, selamat pagi.
Mahasiswa: Selamat pagi juga.
Dosen: Apa kabar? Apakah sehat?
Mahasiswa: Ya sehat hanya agak kecapean karena jadi pelayan di stand
Dosen: Cape karena apa?
Mahasiswa: Cape karena seharian jaga stand.
Dosen: Pelayan ya begitu. Bagus.
Mahasiswa: Ia, sangat bagus.
Dosen: Siapa tamu terbanyak yang sering datang ke stand kamu?
Mahasiswa: Yang paling banyak dan sering datang itu mahasiswa Tingkat I, mahasiswa dari Sekolah Tinggi Ilmu Hukum. Mahasiswa dari Akbid juga sangat sering datang.
Dosen: Mereka ke situ karena apa?
Mahasiswa: Mereka datang untuk belanja.
Dosen: Hahahahha....ok. Jualan apa yang paling laris?
Mahasiswa: Salome
Dosen: Yang lebih sering berkunjung itu laki-laki atau perempuan?
Mahasiswa: Kebanyakan perempuan.
Dosen: Sampai sekarang pemasukan untuk salome sudah sekitar berapa? Perkiraannya?
Mahasiswa: Diperkirakan semuanya sudah mencapai delapan ratus lebih. Tidak terhitung mereka yang bon atau utang.
Dosen: Apakah jualan salome itu sudah ada dalam desain awal barang-barang yang akan dijual saat pembuatan stand kamu?
Mahasiswa: Salome tidak ada dalam desain awal saat pembuatan stand namun dalam perjalanan waktu kami melihat Mas Jawa yang buat salome datang dan menjual di sini maka kami memiliki inisiatif untuk membuat salome. Dan salome kami sangat laris maris.
Dosen: Kalau kamu bisa buat, kenapa harus beli di orang lain? Hal menggembirakan apa yang selalu membuat kamu sering ada di stand?
Mahasiswa: Yang menggembirakan itu, stand kami selalu penuh dengan pengunjung dan semua hal yang kami jual selalu terjual habis dalam waktu kurang dari satu jam. Itu yang membuat saya sangat gembira. Ternyata menjadi penjual itu sangat menyenangkan.
Dosen: Setiap hari, salome itu buat berapa dan dapat berapa?
Mahasiswa: Biasanya buat 100, kadang lebih dari 100 dan pemasukan sesuai dengan salome yang dibuat. Kalau buat 100 maka dapat uang juga Rp. 100.000.
Dosen: Berapa banyak orang yang buat salome di beberapa stand yang ada ini?
Mahasiswa: Kurang tahu tapi kayaknya hanya stand kami yang membuat salome.
Dosen: Di stand kamu, berapa banyak orang yang biasa terlibat dalam membuat salome?
Mahasiswa: Empat orang yang bisa namun banyak teman juga datang ikut aktif dalam membantu membuat salome.
Dosen: Apakah pembuatan salome itu sulit?
Mahasiswa: Tidak sulit.
Dosen: Bahan pembuatan salome itu apa saja?
Mahasiswa: Bahannya, tahu, telur, tepung kanji, daun sub, kaldu sapi, lada, masako.
Dosen: Berapa modal awal yang kamu siapkan untuk membuat salome?
Mahasiswa: Modal awal membuat salome Rp 150.000
Dosen: Setelah membuat salome dan dapat uang seperti sekarang ini, coba bayangkan Mas Jawa yang selalu datang ke kampus, apakah Mas dapat uang atau tidak?
Mahasiswa: Mas Jawa dapat uang.
Dosen: Apakah Mas Jawa selalu datang ke kampus setiap hari? Mas datang itu jual apa saja?
Mahasiswa: Mas Jawa jarang datang jual di kampus. Tapi kalau datang maka Mas Jawa biasa jual salome goreng dan salome rebus.
Dosen: Ok, baik. Apakah membuat salome itu sulit?
Mahasiswa: Tidak terlalu sulit.
Dosen: Sesuai pengamatanmu, mengapa orang (mahasiswa) senang beli salome?
Mahasiswa: Karena rasanya enak dan banyak anak asrama malas tumis sayur sehingga mereka beli salome dan jadikan lauk untuk makan.
Dosen: Mengapa sampai orang malas membuat sayur padahal banyak sekali perempuan di asrama?
Mahasiswa: Karena jadi penonton bola dan selalu berteriak selama Pesta Family ini dan juga cape, sehingga pulang ke asrama sudah malas untuk membuat sayur. Betul.
Dosen: Ok baik. Selain itu apa lagi?
Mahasiswa: Hanya itu saja.
Dosen: Apa perasaan anda dengan membuat salome selama Pesta Family ini, apa yang anda pikirkan?
Mahasiswa: Perasaannya sangat senang karena sangat laris manis.
Dosen: Apakah hal ini bisa anda lakukan saat anda melaksanakan Magang III?
Mahasiswa: Sangat bisa dan itu yang sedang saya pikirkan saat ini.
Dosen: Apa yang anda pikirkan? Atau apa yang anda pikirkan tentang hal tersebut?
Mahasiswa: Yang saya pikirkan yaitu pada saat Magang III nanti, saya akan membuat salome dan menjualnya di sekolah.
Dosen: Mengapa sampai pikiran itu ada?
Mahasiswa: Karena menurut saya, membuat salome itu tidak terlalu sulit dan salome juga banyak orang yang suka. Sehingga saya memiliki pikiran itu.
Dosen: Anda tidak malu kalau nanti siswamu katakan bahwa guru koq jual salome?
Mahasiswa: Tidak malu. Kalau mencuri baru malu.
Dosen: Kenapa tidak malu?
Mahasiswa: Jualan itukan halal, kenapa harus malu.
Dosen: Tapikan anda akan jadi guru. Guru koq jualan salome, tidak malu?
Mahasiswa: Tidak malu. Nanti saya akan tawarkan juga pada guru-guru yang ada di situ, siapa tahu mereka juga suka dan membelinya.
Dosen: Ok baik. Kita kembali ke stand pameran kamu. Ada berapa jumlah barang siap dijual pada stand kamu? Barang atau jualan apa saja yang ada di stand anda?
Mahasiswa: Ada keripik pisang, jagung, sagu, salome goreng, salome rebus, kue, gorengan, pop ice dan ada juga kopi
Dosen: Dari semua jualan itu, mana yang paling laku atau laris terjual?
Mahasiswa: Sagu dan salome.
Dosen: Mengapa selama ini anda tidak tergerak untuk membuat di asrama kalau memang jualan itu mudah anda buat apalagi tidak butuh banyak modal awal untuk mengadakan bahan-bahannya?
Mahasiswa: Karena rasa malas apalagi banyak tugas, jadi tidak ada niat untuk membuatnya.
Dosen: Ok baik. Apakah betul anda akan buatnya saat Magang III nanti?
Mahasiswa: Ia, nanti saya akan membuat salome.
Dosen: Kalau anda bisa lakukan saat Magang, anda akan menjadi calon guru yang bisa mengajari siswamu tentang pemberdayaan, tidak hanya kata tetapi juga dengan perbuatan. Itulah guru yang sanggup memberi teladan dan contoh. Apakah anda bisa?
Mahasiswa: Ia, bisa.
Dosen: Apakah tugasmu sebagai guru tidak akan terganggu?
Mahasiswa: Saya akan berjuang untuk membagi waktu secara baik supaya tugas guru berjalan dan membuat salome pun jalan. Saya jadi guru sekaligus bisa dapat uang sedikit-sedkit dari salome yang saya kerjakan.
Dosen: Apakah itu bisa anda lakukan?
Mahasiswa: Saya harus berjuang supaya bisa.
Dosen: Itulah agen pastoral yang kreatif yang bisa memberdayakan hidupnya dan tahu baca peluang. Anda bisa?
Mahasiswa: Ia, bisa dan harus bisa.
Dosen: Ok, kalau seperti itu, ingat perintah Yesus kepada pemuda yang kaya itu, "Pergi dan perbuatlah demikian". Apakah anda sanggup laksanakan bahasa Yesus ini?
Mahasiswa: Saya harus yakinkan diri bahwa saya sanggup.
Dosen: Ingat, kesuksesan tidak terletak pada rencana saja. Kesuksesan terletak pada kesanggupan mewujudkan rencanamu itu. Anda bisa?
Mahasiswa: Ia, bisa.
Dosen: Jadilah agen pastoral yang hidup penuh daya dan jangan hanya sanggup bergaya saja. Karena gaya tanpa daya, kua kosong kakak. Betul atau salah?
Mahasiswa: Hahahahah.....Betul sekali.
Dosen: Hahahahahha......okok. Semoga bisa.
Mahasiswa: Ia, pasti bisa. Saya yakin dan sanggup karena sudah mengalaminya sekarang.
Dosen: Terima kasih banyak, sudah bersedia berdialog bersama saya. Maaf bila saya bertanya terlalu banyak.
Mahasiswa: Sama-sama. Saya suka berdialog mengenai hal-hal seperti ini. Terima kasih juga.
Dosen: Ok, selalu berdoa agar perjuanganmu diberkati Tuhan.
Mahasiswa: Amin.
Dialog kecil ini diharapkan menjadi inspirasi agar orang dapat berjuang memberdayakan hidupnya. Karena zaman yang berkembang dasyat saat ini bila tidak didukung dengan daya juang yang baik, akan membuat hidup seseorang akan menjadi hancur. Ada sepuluh alasan yang membuat manusia masa kini dengan segala perkembangannya, dapat berjalan menuju kehancuran yakni ekspektasi terlalu tinggi, malas, kecerdasan emosi rendah dan tidak punya etika, kecanduan game online, tidak bisa mengendalikan diri sendiri, tidak menguasai social skill atau norma bermasyarakat, tidak mau bersusah payah dan tidak tahan gemblengan, mental pengecut dan tidak berani berjuang, tidak mengenali kelemahan diri sendiri dan tidak mau menerima nasehat orang lain dan terakhir tidak ada goal atau tujuan hidup dan hanya mau bersantai-santai saja. Semoga bermanfaat.