• Hari ini: December 22, 2024

GERAKAN LITERASI ALA SMA AMORE PRIME SCHOOL

22 December, 2024
93

GERAKAN LITERASI ALA SMA AMORE PRIME SCHOOL

Ronny Manas, S.Fil


Literasi merupakan vareabel prima dalam menjaga dan meningkatkan kualitas diri sebagai makhluk berakal budi terutama dalam dunia pendidikan. Legitimasi tentang pentingnya literasi mempengaruhi intensi gerakan peningkatan gerakan literasi yang terbaca sangat masif. Berkaca pada fenomena masif akhir–akhir ini, fakta menceritakan dengan sangat gamblang betapa narasi peningkatan literasi diri benar–benar menuntut respon konkrit dari semua orang terlebih para pelaku pendidikan dalam setiap satuan pendidikan di seluruh pelosok tanah air. Gerakan peningkatan literasi ini dikemas dalam pelbagai cara baik dari aneka kelompok dan instansi swasta maupun pemerintah yang dijabarkan dalam gerakan-gerakan literasi di sekolah. Betapa tidak, kemampuan literasi ternyata merupakan suatu hal penting yang wajib dimiliki oleh seseorang. UNESCO (The United National Educational, Scientific and Culture Organization) menggarisbawahi literasi sebagai seperangkat keterampilan nyata, terutama keterampilan dalam membaca dan menulis yang terlepas dari konteks yang mana keterampilan itu diperoleh serta siapa yang memperolehnya. Pada titik ini, hemat saya, literasi pada sisi lain ternyata mengandung impak invisible bagi para pelaku literasi yakni, memerdekakan diri dalam hal meningkatkan wawasan dan pengetahuan.

Berpijak pada pengalaman konkrit, beberapa waktu lalu, dalam sharing via WA bersama Kepsek SDK Yaperna Fatuhao, Marselus Mahinet,S.Pd. Beliau mengamini bahwa gerakan litarasi nasional niscaya menjadi kemestian bagi setiap orang. Menurutnya, literasi harus dimulai dari level pendidikan yang paling dasar. Oleh karena itu, di satuan pendidikan yang dipimpinnya, ia pun menerapkan gerakan literasi bagi peserta didiknya. Gerakan literasi konkrit yang diterapkannya adalah 15 menit pertama sebelum KBM berlangsung setiap anak wajib membaca buku tentu dibawah pendampingan guru kelas masing-masing. Guna meningkatkan efektivitas membaca yang merupakan gerakan literasi praktis, peserta didik tidak saja diwajibkan untuk membaca. Akan tetapi akan disusul dengan mewajibkan peserta didik untuk meringkas apa yang mereka baca setiap hari. Hal ini persis diamini oleh Elizabeth Sulzby “1986” bahwa, literasi adalah kemampuan berbahasa yang dimiliki oleh seseorang dalam berkomunikasi “membaca, menulis dan berbicara serta menyimak” dengan cara yang berbeda sesuai dengan tujuannya. Atau dalam versi singkat, literasi adalah kemampuan membaca dan menulis. Dengan gerakan yang mungkin terkesan masih sederhana bagi sebagian orang, hemat saya, hal ini justru akan berimpak besar bagi kualitas literasi dan wawasan diri peserta didik ketika mereka beranjak ke level pendidikan yang lebih tinggi. Menarik bahwa, Pak Marsel sapaan akrabnya, mengafirmasi hal itu dengan mengatakan bahwa program gerakan literasi sejak dini ini akan kami evaluasi dan terus dikembangakan agar menjadi program permanen bagi kami di SDK Yaperna Fatuhao. Dan bukan tidak mungkin, gerakan ini menjadi sumbangsih paling konkrit terhadap peningkatan SDM manusia Indonesia.

Senada dengan gerakan konkrit yang dilaksanakan oleh SDK Yaperna Fatuhao yang hemat saya bisa menjadi representasi sebagian besar sekolah–sekolah di bagian pulau Timor, SMA Amore Prime School sebagai salah satu sekolah swasta di Tangerang-Banten pun memiliki gerakan literasi yang unik. Guna meningkatkan literasi para peserta didik, SMA Amore mengusung satu terobosan akseleratif yang disebut siswa SMA menulis skripsi. Seluruh peserta didik diwajibkan dan didampingi sejak Kelas X menulis satu karya ilmiah layaknya sebuah skripsi. Karya ilmiah atau skripsi mini terebut merupakan program jangka panjang yang mewajibkan seluruh peserta didik tanpa kecuali. Pelaksanaan program yang terkategori sebagai gerakan literasi di tingkat SMA ini, tidak terbatas pada batasan sebagai pengembangan skill membaca atau menulis. Lebih dari itu gerakan literasi ini diamini sebagai kunci untuk memahami serentak berpartisipasi secara aktif dalam kompleksitas perubahan dunia yang kian akseleratif. Alasannya, dunia terlalu luas bagi mereka yang tidak cukup pengetahuan dan literasi diri.

 Bahwasannya, dengan membuat karya ilmiah layaknya sebuah skripsi tersebut, sangat diyakini, seluruh siswa SMA Amore nisca meningkatkan kecapakan memahami, mengekspresikan, menganalisis informasi dalam berbagai bentuk. Menarik bahwa gerakan literasi ala SMA Amore tidak terbatas pada hasrat perolehan nilai, tetapi bahkan menjadi prasyarat kelulusan. Lebih menarik lagi karena ternyata, dari sekian judul karya ilmiah dipilih beberapa judul menjadi bahan seminar dan diskusi ilmiah yang melibatkan orangtua murid (pembicaranya adalah murid).

Dengan demikian, seminar karya ilmiah yang dibaca sebagai gerakan literasi konkrit menjadi cara sekolah membekali peserta didik agar benar–benar merdeka dan bebas karena memiliki bekal yang cukup seperti yang dikatakan Rousseau. Bahwa, pendidikan harus tiba pada titik memerdekakan manusia di mana seseorang terbebas dari ikatan kepentingan apapun karena peserta didik dibekali secara mumpuni hingga memiliki anggapan otoritatif tentang kegunaan sesuatu. Syarat ketercapaian ini adalah ketepatan kesiapan dan waktu yakni dipersiapkan lebih dini lebih baik. Salam literasi*.