Sepucuk surat refleksi terurai dalam hening cipta dari Ruang Belajar Kehidupan. Rintik hujan mengguyur sebuah gubuk di belakang kampus di malam gelap yang tak berbintang. Rintiknya mengundang katak bersahut-sahutan seakan hendak menyampaikan pesan. Jengkrik malam pun menangis tiada henti seakan saling mengisyaratkan sesuatu.
Seorang lelaki terdiam dan merenungkan nasib yang akan terjadi ke depannya. Sejenak ia terdiam dan menatap kegelapan yang penuh kekosongan, batinnya semoga ada saja jalan.
Ia terpaku dalam kesunyian dan mulai merenungi hidupnya. Ia menyadari bahwa mereka semua yang telah melangkah lebih dahulu meninggalkan jejak. Entahlah jejak yang diukirkan adalah yang baik atau yang buruk. Ia terdiam dan bingung tentang apa yang akan ia ukir.
Dalam kesunyian ini akhirnya ia mengerti bahwa yang terjadi biarlah terjadi. Jika yang terjadi adalah buruk, maka akan menjadi pembelajaran untuk diperbaiki sedangkan jika yang terjadi adalah baik, maka akan terus diperjuangkan.
Setiap kesempatan adalah waktu untuk berbenah. Setiap moment adalah ruang untuk merenung. Karena itu, kata mulai adalah yang tepat. Mulai itu mulia.
Mulailah melihat semua yang perlu diperbaiki. Mulailah melatih diri untuk terbiasa. Mulailah berproses dan jangan takut gagal. Karena hanya pejuang yang mampu memenangkan masa depannya.
Mulai itu mulai. Karena itu, jangan pernah membuang waktu di tempat yang salah dan yang dapat membuatmu tidak berkembang. Mari dan berefleksi. (Waldus Nabu)